Sunday, November 2, 2008 at 1:58am
Seperti biasanya kalo pulang ke Bandung selalu menyempatkan diri untuk mencari makanan khas. Terkadang ga langsung menentukan apa yang akan dibeli tapi biasanya tergantung daerah mana yang dilalui dalam perjalanan. Sore tadi usai dari Kopo, coba ikut jalur menuju Pajagalan untuk sekedar bernostalagia melihat SDP 58, tempat selama enam tahun menghabiskan banyak sepatu karena terkelupas dengan bola plastik.
Dari jalan Pajagalan, yang kata orang berasal dari kata 'Jagal' dimana dulunya memang tempat penyembelihan kuda, belok kanan menuju Alun-alun. Dari sana coba lurus menuju menuju jalan Sunda untuk kemudian melintasi jalan Aceh untuk mendapatkan Gehu Cendana. Aga muter banget sih, kalo mau ke Dago pulangnya, cuma karena pengen merasakan kembali renyahnya Gehu itu, maka jalan aga sedikit jauhpun dilalui.
Gehu, yang seperti tipikal makanan ringan di Bandung, merupakan akronim dari 'Toge dan Tahu', biasanya berkumpul dengan Bala-bala (kalo diJakarta : Bakwan), Pisang Goreng, Tempe Goreng, Combro dan lainnya, Namun untuk pedagang gorengan Cendana, yang paling terkenal adalah gehunya. Meski aga susah parkir karena terlalu deket dengan persimpangan lampu merah dan becek namun karena ngidam, maka lima belas ribu ditukar dengan dua puluh lima Gehu.
Gehu masih panas yang tersimpen diserok pun berpindah tempat ke dalam bungkus kertas lengkap dengan plastik hitamnya. Tidak berani diicip-icip dulu karena masih sangat panas. Terbayang baunya gehu itu sepanjang sisa perjalanan menuju Kanayakan.
Perjalanan ke Bandung kali ini harus segera diakhiri karena jadwal pertandingan Liverpool yang kurang bersahabat, setengah satu pagi. Damn, Gehu Cendana pun belum sempet dicicipi karena persiapan pulang. Namun penantian untuk mencicipi makanan itu tak lama pun berakhir karena ada waktu sambil menunggu di Lavie, tempat belanja baju anak dibelakang Imanuel yang biasanya banyak ibu-ibu mudanya. hehehehehe.
Hanya saja perjuangan dan penantian untuk mencicipi makanan itu berakhir kekecewaan setelah dirasakan bahwa Gehu cendana itu tidak seperti yang dulu. Masih enak tapi meninggalkan sedikit kesat di lidah karena minyak goreng yang dipakainya. Hal itu menyebabkan hanya satu gehu yang dimakan. Nyesel. Sayang, tempat makan yang dulu biasanya bagus sekarang berubah, entah kenapa ? Kayanya ga bakalan lagi coba beli Gehu disana lagi.
Kejadian ini sepertinya mengingatkan akan arti pentingnya menjaga kualitas dan memanjakan pelanggan. Sesuatu yang disebut C-Trans di GE. Mungkin kalo pengalaman ini terjadi waktu Bos presentasi dan meminta untuk bercerita tentang pengalaman buruk akan satu pelayanan, pengalaman makan Gehu cendana ini akan dishare di meeting itu.
Itulah yang mungkin membuat Gehu Cendana hanya bisa berdiri d ipinggir jalan Cendana karena tidak bisa mengembangkan pelayanan dengan baik, sementara Kartika Sari bisa mengembangkan diri di pinggir jalan Dago dengan gedungnyahi yang mirip Mall dan parkir basement yang susahnya minta ampun.Bukan hanya modal yang jadi pembeda, tapi cara mereka memperlakukan customernya.
Good bye Gehu Cendana, semoga Batagor Ihsan masih sebaik yang dulu ...:(
No comments:
Post a Comment